Rabu, 30 Desember 2009

Tak perlu panjang-panjang lagi aku menghabiskan ruas-ruas waktu ini, tak butuh hingga sang bosan menuntun dan mengajakku beranjak dari dipan waktu usang ini, karena rasa.. aku terhipnotis pada masa, karena rasa.. memutus semua belenggu hatiku, menutup luka hingga menghapus bekas-bekasnya.. tak ada lagi meski hanya nyeri karena luka itu.. hilang sudah rasa-rasa itu.. ya karena rasa ini.

Minggu, 12 Juli 2009

TERLAMBAT... itu yang kuhujamkan ke hatiku dan perasaanku.. mengusir mimpi-mimpiku dan membakar habis khayalan yang sudah terbang tinggi.

Matahari sudah terbenam namun penggalan-penggalan cahayanya masih menerangi langit dengan jingga nya yang anggun, angin seperti berbisik ditelingaku saat kuturuni tempat perwudhuan, anak tangganya disembunyikan oleh rimbunnya pepohonan dari cahaya yang mulai memuai di telan gelap yg mulai samar. Entah mengapa air yang mengalir dari bilah-bilah bambu ini begitu dingin ketika tanganku membasuhkannya ke wajahku, sedikit membekukan kulit di atas alisku, dan angin masih saja meniup sarung Samarinda yang ku bawa untuk mengingatkanku pada kampung halamanku. Untuk mengingatkanku pada kedamaiannya kota saat surau-surau meneriakkan Adzan magrib yang membius.. kota tiba-tiba hening, kenalpot kendaraan seperti berhenti bernafas dan pemulung memperlambat langkahnya atau sarat sepeda ontel duanya di kayuh seperti enggak membangunkan ketenangan sungai yang membelah kota ini.

Cinta telah kugenggam di sini.. di kota ini.. bersamanya, belahan hatiku terisi kembali.. luka-luka mulai mengering.. tak lagi perih tak lagi menyayat.. dirinya adalah segalanya saat ini.., kebahagian yang sangat sempurna.. saat bersamanya tak kuperdulikan lagi waktu.. tak kuperdulikan lagi musim.., kehidupan yang baru.. sangat baru.. berada di sebuah kota yang tak kukenal dan mengenal diriku, yang kukenal hanya dirinya.. yang kukenal hanya perasaannya dan keyakinan cintanya untukku.., sebuah kesempurnaan cinta yang melandasi kesempurnaan kebahagiaan benar-benar di anugerahkan kepadaku saat ini.., kebahagiaan yang mampu menghapus semua kepahitan rasa, kegetiran penghianatan, keangkuhan penolakan hati atas tulusnya hatiku mencinta.., semua sirna dengan bersamanya disini dikota ini yang tak ku kenal. Pengalaman hidup yang mentasbihkan diri sebagai seseorang yang pernah ditinggalkan dan disakiti.., berganti sebuah harapan yang lebih indah.. lebih bahagia.., sebagaia bahagianya hidup.

satu persatu anggota tubuh ku basuh dengan air pegunungan yang mengalir deras tanpa henti di pancuran bambu, menusuk ke pori menyucikan rasa dan akalku.., hingga pada ujung jari kakiku terbasuh habis pertanda aku harus mengakhiri perwudhuanku. Meninggalkan pancuran air itu dengan ketenangan dan kekhusukan yang aku pasang dan siapkan untuk menghadap_NYA, zat yang melipahkan kebahagianku saat ini, yang membayar kesabaranku atas kepedihan dunia dengan kebahagian dunia pula, kembali kurapikan sarung Samarinda merah hitam.. melilitkan ke tubuhku, memberikan kehangatan didinginnya udara yang ikut menusuk bersamaan dengan udara senja dan air pegunungan yang masih membasahi anggota-anggota tubuhku, kurapikan rambut yang jatuh didahiku berharap tak jatuh saat ku menundukkan wajah jauh lebih rendah.. saatku bersujud.., berdiri di atas sajadah yang wangi beraroma kayu cedar menghadap penuh khusuk.. kutarik nafasku dalam.. belum lagi ku berniat dalam kekhusukan yang mulai merasuki tubuhku..

ttrruuuut... ttrruuuut... ttrruuuut...
ttrruuuut... ttrruuuut... ttrruuuut...
ttrruuuut... ttrruuuut... ttrruuuut...
handphone yang kuletakkan di atas tempat tidur disisiku sejadah yang ku bentangkan, tak berbunyi namun bergetar.. pertanda ada memanggil dan menunggu suaraku di seberang sana..,
"siapa..?", bathinku.
seketika membuyarkan benih kekhusukanku, tak ingin terganggu dengan pertanyaan itu, segera kuraih HP dan terpana pada layar yang menampilkan sebuah nama yang tak pernah ku dengar lagi suaranya.. semenjak dia pergi.. pergi jauh meninggalkanku.. meninggalkan kepedihan dan keterlukaan hatiku.. yang tak cukup sehari.. seminggu.. atau sebulan bahkan setahun kumembasuh luka dan menyembuhkannya.., sebuah nama yang juga telah mematrikan kenangan-kenangan indah pada masa-masa lalu yang tak pernah terpikir untuk berakhir tak pernah teringinkan untuk tuntas..

Aku seperti tertarik mundur.. selangkah perlahan.. selangkah.. selangkah semangkin cepat aku ditarik mundur pada lapisan-lapisan waktu.., aku seperti mundur 3 tahun ku meninggalkan kotaku.. atau mungkin tepatnya 3 tahun ku akhirnya ditinggalkan.., dua pemaknaan yang sama-sama benar.

"sungguh... Aku tak mungkin mencintaimu lagi..!!" pekiknya,

Aku seperti ditampar berulang-ulang.., sorot matanya jelas menusuk hatiku.. meyakinkah bahwa itu bahasa hatinya. Terpana dengan penafsiranku yang benar-benar salah, aku meyakini seyakinnya subuh yang akan disambangi mentari pagi, dan seyakin pantai akan di belai ombak. Mataku tak mampu berkedip atau enggan untuk aku katupkan kedua kelopak mataku, aku yakin akan luruh air mata bila aku tak keras berusaha melakukannya. Sebuah senyum manis coba aku umbar meski tetap terasa pahit di bibirku menahan hati didalam dadaku yang seperti teremas tangan bersarung besi.., tak ada kata yang terucap hanya nafasku semakin tak beraturan mengimbangi detak jantungku yang gemuruhnya keras tak bernada, sesekali petirnya menyambar ulu hatiku.. membuat tubuhku tertunduk perih, saat ku tak lagi mampu menahan tatapannya.. aku tertunduk dan membalikkan tubuh meninggalkannya, keperihan ini semakin dalam saat ku sadari aku yakin akan cinta yang aku tempuh namun sesungguhnya hanya asa yang coba aku tanam sendiri. Tebing keras di hatiku tak mampu membendung perasaan ini.., aku setengah berlari meninggal tempat tertinggi gedung itu.. aku seperti kehilangan sayap untuk terbang, aku setengah berlari sekedar mencari tempatku bersembunyi, tempatku melepaskan patahan-patahan sayapku, tempatku menanggalkan mahkota cintaku..., sampai detik-detik jauh ku meninggalkannya aku tetap tak ingin menyatukan kelopak mataku.. aku tak ingin air mata ini membanjiri wajahku yang tersenyum.., tapi takdir adalah lena sebuah cerita... aku mengalir.. menyusuri sungai keperihan ini.., tak ada sayap yang mengepak di pundakku namun langkahku ringan tak berpijak di bumi yang memberikan syurganya saat dulu cinta bersemanyam di dada... kemana syurga itu luruhnya... tak ada sisa .. tak meninggalkan bekas.. seperti perihnya cinta yang menggores dalam di hatiku...
Perih itu semakin menyayat saat kusadari sebuah kenaifan selama ini telah kupasungkan pada hati, jiwa, raga dan pikiranku.

Kenangan indah begitu menyakitkan untuk di kenang.., meski tak aku sadari kenangan itu aku kenang atau terkenang dengan sendirinya..., semua tempat adalah kenangan indah bagi aku dan dia.., sebuah kenangan yang menyayatku dan membenturkanku pada kebodohanku sendiri, aku harus bertahan disini bathinku sejauh mampuku bertahan.., karena di kota ini aku seperti masih memeluk tubuhnya, ditepi danau tenang dan selalu tempatku berlabuh menemukan ketenangan hidupku pun aku seperti masih mencium aroma tubuhnya di
antara aroma kenanga yang kelopaknya gugur di di atas danau, sesekali wajahnya melukis di atas kejernihan kolam ini, sesaat aku terpana dari tempat dudukku.. bayangannya di pecahkan oleh burung-burung gereja yang mengambil minum di atas danau..., perih membumbung kepermukaan telaga hati yang coba kuredakan. Tak mungkin ku berlama-lama di sini, aku tak mungkin bisa.., tak ada lagi air mata yang mampu mengalir.. namun keperihan ini tak mungkin aku hapus seiring mengeringya air mata, ia terlalu jauh tenggelam di dasar cawan hatiku.
Tak ada tempat yang indah kini .. , tak ada yang menenangkanku.. kini..
di kota ini.., semua sudutnya adalah kenangan antara aku dan dia. Aku seperti tak memiliki celah lagi untuk bernafas di kota ini, kenangan-kenangan yang tergores di kota ini seperti berubah menjadi racun yang menebar menyesakkan dada untuk ku hirup.

Aku semakin terseret dalam lapisan-lapisan waktu yang mundur terus begitu cepat.., hingga aku terhenti pada satu lapisan waktu bersamanya..

Tak ada yang istimewa dari pertemuanku, parasnya memang memancarkan kecantikan, namun saat dia berkata-kata ada yang lebih menarik dari sisi kepribadiannya, tubuhnya tak seperti bidadari yang kusanjung.. rambutnya tak tergerai panjang seperti dambaanku akan sosok wanita yang kuimpikan, namun aku merasa nyaman saat berbagi hari dan bertukar cerita bersamanya, sebuah rindu sangat bisa aku abaikan kepadanya, bahkan untuk mengingat wajahnya aku tak memiliki memory untuk kuputar kembali, tak ada cinta saat kali pertama hingga beberapa waktu yang tak kuingat lagi hingga akhirnya aku bisa terbuai dalam detik-detik bersamanya, aku seperti terbiasa menjalani hari bersamanya, merasakan bahagia pada sebuah kedataran pandangan mata, merasakan tawa diantara getirnya sesekali kecapan hidup.. dan terkadang mendengarkan pilu perasaannya serta mengusapkan titik-titik air mata yang membasahi kelopak matanya, ada senyum bahagia yang terpancar dimatanya saat dia bersamaku, jelas dan sanggup kuyakini, dalam cintanya untuk aku menjadikanku merasa tersanjung atas cinta atau setidaknya sebuah penghargaan dariku atas cinta yang dia tumbuhkan di hatinya kepada sesosok sederhana diriku.

Sesosok gadis yang mandiri, tak pernah berharap untuk bergantung pada siapapun, namun hanya kepadaku tempatnya kembali menemukan semangat hidup dan tempatnya berbagi duka dan bahagianya hidup, namun sepanjang waktu sepanjang jarak.. tak ada waktu tersisa untuk sebuah nestafa,.. diriku adalah dirinya..

Tempuhan masa..tempuhan perjalan tak sedikit yang terentang.. waktu yang terluang adalah waktu baginya bersamaku dan bagiku untuknya.., entah mengapa cinta itu mulai melekat dan merasa memiliki akar.. merambat dan menumbuhkan benih cinta dihatiku.. tak jua aku pedulikan namun tak jua aku tepis…, hingga pada suatu perjalanan yang melelahkan saat aku harus mengambil sampel data dari sebuah risetku, pada sebatang pohon rindang di tanah datar pada tanjakan tertinggi aku meminggirkan sepeda motorku, sekedar menghilangkan lelahku, sejenak mengusir kepenatanku, perlahan dilonggarkannya dekapan pada pinggangku dan sembari memegang bahuku ia menuruni motor.. , meregangkan tubuhnya yang di balut jaket jeans ketat dan celana jeans yang senada.. tersenyum ia kepadaku sama sekali tak ada bekas lelah perjalanan dan kegiatan pengumpulan data yang aku lakukan bersamanya dalam rentang hampir seharian. Entah apa yang membius otakku aku seperti tak ingin kehilangannya saat itu dan aku tak ingin berbagi bahagia dari dirinya dengan siapa pun… aku merasa dirinya adalah diriku…, Cinta?!.. tumbuhkan di hatiku?!.. masih tak jua aku pedulikan.

Udara sepoi-sepoi meniup ilalang di lereng bukit.., menerbangkan bulir2 benih ilalang jauh meninggalkan kandungnya, di bawah pohon.. yang rindang.., sekedar melampiaskan lelahku pada sepokok batang pohon rindang, kupeluk batang pohon itu.. kupejamkan mataku.. selanjutnya kurasakan desiran darahku mengalir menyusuri nadi-nadiku.., merasakan kontraksi ototku yang mengendur perlahan…dari kepala hingga ujung kakiku, tak mungkin mengusir penat namun cukup merelaksasi sejenak, namun pokok batang pohon itu terlalu besar untuk tanganku.., ku buka mataku dan menatap.

“Raysa… peluk pohon ini dan gapai tanganku…” pintaku padanya.

Sembari berdiri dengan kedua belah tangan yang berada di pinggangnya.. sekedar menyangga lelah tubuhnya, tatapannya sedikit bingung dengan konyolanku.., tersenyum ia memenuhi permintaanku, memahaminya dan ia mendekat kemudian memeluk pohon itu.., diraihnya tanganku kemudian menyatukan jari2 tangan kirinya di tangan kananku dan jari2 tangan kanannya pada jari2 tangan kiriku.., senyumnya terus mengembang hingga menampilkan gigi geliginya yang indah.., cantik..!! entah bius apa yang barusan aku hirup hingga memabukkanku.., aku seperti berputar bersamanya di lingkaran pohon.. sunggauh aku benar2 mabuk kini.. cinta itu mulai menebarkan aroma bahagia, riang, suka cita, dan aneka rasa di hatiku yang takmampu aku ejawantahkan dalam bahasa lisan. Selain sebuah rasa sebuah nama.., cinta.. dan hanya cinta.

“Rayyysaaaaaaa…… aku cinta kamuuuuuuuuuu……” tiba2 teriakan terlontar dari mulutku.

“Anggggaaaaaaa….. aku cinta kamuuuuuuuuuuuuuuuu” seketika ia membalas teriakanku.

"

Teriakan yang lebih keras dari teriakanku. Terus berbalas.. Kemudian kami tertawa dan kembali berteriak semakin kencang berbalasan.. semakin kencang dan kencang hingga kami terpingkal-pingkal tertawa dan kelelahan.., puas menumpahkan gelora didalam dada.. kami melepaskan genggalam tangan kami kemudian terduduk masih tertawa terpingkal-pingkal.. tersandar padapokok batang pohon rindang.. seperti burung yang bebas menembus awan mendaki cakrawala tinggi… sorot kami memancarkan rona bahagia.., kuusap keringat yang menetes di keningnya.., masih mengatur nafas dan tertawanya kami. Lembut tangan Raysa digenggamkannya pada tanganku. Dalam semakin dalam tatap matanya dibalut senyum manisnya,

“ngGa.., kalau aku jauh.. “ucapan Raysa terpotong karena masih saja nafasnya masih belum seteratur nada2 simponi, “..untuk mengenangku datanglah kesini ngGa..” lanjut ucapannya. Tatapannya semakin menyuburkan cinta dalam hatiku.

Dalam sadarku pada tatapan matanya dan keyakinanku akan keyakinannya, terpancar dari senyumnya,

“Iya Raysa.., begitu pula dikala aku jauh, datanglah ke pohon ini untuk mengenangku” balasku untuk pernyataan Raysa.

“Iya ngGa.. ini pohon kita, tempat aku mengenangmu dan tempatmu mengenangku di kala kita merindu..” lanjut Raysa.

Tak mau menghilang rasa yang membiusku saat itu, tak jua aku mampu mengelak dari rasa yang menjerat hatiku, aku hanya mampu menyusuri dan mendaki gelombang rasa yang berirama di hatiku. Sore semakin memerahkan garis bumi, angin semakin sejuk meniup anak rambut kami yang kembali melaju di atas aspal yang pekat.

...to be continue..... (bersiap-siaplah untuk cerita yang lebih membuatmu masuk dalam dimensi underconstruction..)

Rabu, 24 Juni 2009

dunia berbatas


Harus di sadari oleh akal yang sehat atau akal yang gila karena rasa cinta itu, bahwa kamu sudah melangkah jauh.. menjauh.. sejauh yang kau ingin karena tak ada rasa lagi untuk bertahan.. berpaling.. apa lagi merindu. Aku masih saja disini di titik ini, di titik rasa dan perasaan yang belum pernah beranjak dari hatiku, perasaan yang pernah membawa bahagia pada hari-hariku.., dan menyadari keadaan ini seperti kebodohan yang memasungku.., mengapa ku bertahan pada hati yang menghilang di hempas ombak, dan luntur tersiram badai.., mengapa bertahan karena aku terbiasa bersamanya, itu yang harus aku sadari... hanya karena terbiasa bersama..., aku coba berdiri pada kakiku yang terlanjur beku, pada punggungku yang kelu, harus aku sadari aku memiliki waktu sendiri.. memiliki masa sendiri.. memiliki hidup sendiri, hidup bukan untuk masa lalu.. berharap indah itu terulang pada wajah dan sosok yang sama, aku harus melanjutkan hidupku.. meneruskan pencarianku pada jalan lurus diketersesatan dunia.., jika memang engkau pergi.. maka pergilah.., aku tidak bisa memaksakanmu untuk kembali pada rasa yang telah membius kita, berlalulah.. karena manusia tidak bisa memaksakan perubahan perasaan ada manusia lain. Masih ada pelangi yang berwarna, masih ada gunung yang anggun, masih ada burung yang bersenandung riang, masih setiap hari bunga-bunga bermekaran.. dunia masih indah tanpamu, kuharus membiarkan cinta.. sayang dan perasaan ini hanyut bersama air yang mengalir deras di awal musim penghujan. Untuk kuisi dengan kisah, cinta, sayang dan perasaan baru yang membawa bahagia pada detik-detik waktuku bukan hanya pada hari-hariku...

Rabu, 27 Mei 2009


Perjalan kali ini bertepatan dengan sebuah acara yang diselenggarakan oleh BKC (Bandung Karateka Club) di Ciparay - Bandung, acara yang dimulai sejak sore hari dan berakhir pada subuh dini hari. Berserta rombongan dari Purwakarta meninggalkan Ciparay coba menerima tawaran rekan-rekan untuk sambang dulu di Purwakarta namun belum ada langkah ke Purwakarta, mobil yg ditumpangi mogok di jalan hingga siang hari, disini perjalanan benar-benar dimulai, dari bandung menunggu bus tujuan Garut di atas jembatan tol, setelah mengikuti jalan setapak dan mendaki jembatan tiba di pinggir tol, sedikit was-was karena ada pemberitahuan dari tukang tambal ban di bawah jembatan perihal patroli polisi pada jalan tol atas larangan menaikkan atau menurunkan penumpang di jalan tol, " bisa dikerj-kejar polisi", serius wajah tukang tambal ban, inilah tantangannya bathinku.
selang beberapa menit, bus dengan tulisan balok besar Garut pada kaca depannya aku berhentikan. bus penuh, dengan ransel yang sarat muatan, cukup berat beberapa saat bergantungan di bus yang padat penumpang, kondisi tertolong dengan bus yang ber-AC, setelah di pemberhentian selanjutnya baru dapat dengan nyaman duduk, perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan berliku.. padat menghambat laju lari bus yang aku tumpangi, berjam-jam di dalam bus membuat aku jatuh dalam lelap tidur.. tidur yang berkali-kali tak jua tiba.
sore, matahari masih terik di Garut, terminal yang usang dan semrawut menyambutku dan memaksaku untuk menarik kesimpulan tentang kota ini.
perjalanan di Garut aku mulai mengunjungi Rumah Makan Ci Biuk yang khas dengan sambalnya, hingga magrib aku menikmati tetesan air hujan membasahi persawahan yang berada di hamparan pandangan mata di depan saung tempat makan, melanjutkan perjalanan dengan angkutan kota menuju Cipanas Garut sekedar mengurangi penat perjalanan siang hari tadi. Garut ternyata masih cukup dingin mengantarkanku cepat ke alam mimpi malam. Pagi berselimut kabut, lebih aku isi dengan menikmati suasana pagi dan duduk-duduk menimati matahari pagi, tak buru-buru aku menuju kawasan air terjun Ci Orok, hamparan persawahan yang berteras berdindingkan gunung-gunung yang membeku, semakin melaju persawahan berganti menjadi petak-petak kebun sayur dataran tinggi, semakin ke atas petak-petak di kiri-kanan jalan berubah menjadi hamparan perkebunan teh, dan suhu udara semakin sejuk, ditambah langit semakin berat mendungnya ,
Garut:
- Cipanas Garut
- Cibiuk

sore itu..

langit tiba-tiba gelap di balik jendela, ya tiba-tiba saja karena sepanjang pagi hingga siang hari ini bahkan beberapa hari sebelumnya panas menyengat, membakar kulit-kulit bening menjadi gelap, akankah hujan..? ya sebuah pertanyaan sekaligus kerinduan yang merembes di dasar hati, sebuah ingin hadirnya hujan sore ini sekedar membasahi aspal yang mulai meleleh karena panas, sekedar menghapus debu pada kaca jendela dan atap-atap gedung, sekedar merindukan aroma basah dedaunan..