Aku menunggu waktu pada batas larut, hingga
persinggahan mu benar-benar untuk ku. Persinggahan yang memiliki ketepatan
masa, masa yang benar-benar milik kita. Hanya antara kau dan aku.., one
again.. just You and I.
Sejenak angin tak kubiarkan menabur sejuknya. Sungguh bukan aku membatasi jarak
ini, tapi aku ingin lebih dalam pada keintiman bahasa, bahasa pada nadi yang hanya berjarak pada nafas, nafasmu dan
nafasku.
Dalam sekuntum rindu yang membahasakan hatiku
untuk memanggil namamu.. and just call you, sungguh
inginku dirimu yang hadir di sini.., pada nama.., pada sosok.. yang benar-benar
dirimu, dalam perwujudan mimpi atau imaginasi.. tak jelas ku cetak pada mataku,
namun jelas kurasakan pada bibirku yang mengecup keningmu, pada jari jemari
yang mengusap titik air mata yang luruh bersama embun yang diundang kelam pada
malam yang semakin renta.
Aku. aku memulai bahasa ini ingin dengan
janjimu.. juga janjiku.. namun sungguh.. ternyata itu tidak benar-benar menjadi nyata bagi kita. Sesungguh-sungguhnya
sadar, Aku tak akan dan tak mungkin menanggih janjimu dengan pertanyaan
mengapa? Tak juga ku meratap.. memohon lebih dalam padamu kini.., karena tak
banyak masa, dan karenanya bibirku hanya ku gunakan untuk mengecup keningmu.. .
ini pun bukan bahasa yang bisa aku uraikan dan jelaskan. namun kita memahami bahasa
yang menjelaskan siapa kita.. siapa dirimu.. siapa aku ..dan seperti apa kita....
Luka belum lagi kau toreh.. namun perihnya dapat kurasakan kini, kini bahasa semakin aku mengerti dan semakin jelas mengartikan rasa... meski rasa itu hanya padaku. Ini
adalah rasa yang aku hela dalam nafasku.. semakin dalam rasa ini menghujam
jantungku.. dan semakin perih saat kusadari bahwa kau semakin nyata tak lagi
ada. Kau benar-benar semakin sirna.. dan
rasa ini benar-benar menjeratku dalam benang-benang rindu, rindu yang
ambigu.